Ruslan-Rahman, Gowa | Kasus tindak pidana korupsi (Tipikor) truk sampah diketahui bergulir di tahun 2019. Terbaru, 29 Kepala Desa dari 121 Kades sudah melakukan pengembalian kerugian negara sebesar Rp 20 juta.
Ketua LSM PERAK Indonesia, Adiarsa MJ, SH mendesak Pengadilan Tipikor dan Kejaksaan Negeri Gowa memberikan rasa keadilan tanpa tebang pilih kepada para tersangka termasuk para kepala desa yang sudah menikmati fee Rp 20 juta yang sudah masuk ke kantongnya.
“Pasal 4 UU Tipikor jelas menyebutkan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana,” ucap Adiarsa MJ, SH Ketua Umum LSM PERAK Indonesia saat dikonfirmasi, Rabu (15/02/2023).
Lanjut pria yang juga berprofesi sebagai pengacara muda ini, Jika kerugiannya dikembalikan hanya akan berpengaruh pada pengurangan hukuman pidananya saja, tetapi tidak menghapuskan perbuatan pidananya dan meskipun dikembalikan proses pidana tetap harus dilakukan.
Adiarsa mengakui, memang Kejaksaan Agung telah memberikan imbauan kepada jajarannya untuk tindak pidana korupsi dengan kerugian keuangan negara di bawah Rp 50 juta untuk bisa diselesaikan dengan cara pengembalian kerugian keuangan. Namun, harus dilihat juga itu bukan cuma nominal Rp 20 juta tapi nominal milyaran rupiah dari 100 lebih Kades yang dibagi-bagikan Fee nya dan ini jelas pelanggaran hukum.
“Sudah ada beberapa tersangka yang diproses hukum, dimana mereka bukanlah pengguna anggaran. Karena anggaran langsung dikelola oleh Kades, jadi seharusnya tidak cukup Hanya menerima uang pengembalian sebesar Rp 20 juta dari setiap Kades tetapi akan harus juga menetapkan Kades tersebut sebagai tersangka,” terangnya.
Adiarsa juga mengatakan, ini demi adanya kepastian Hukum dan keadilan bagi pihak lain yang sudah diproses hukum di pengadilan.
“Apalagi Para Kades dalam persidangan telah mengakui perbuatannya yang telah memperoleh uang Rp 20 juta tersebut dari kegiatan pengadaan mobil Sampah jadi jelas ini pelanggaran hukum yang tidak bisa ditolerir,” tegasnya.
Senada dengan aktivis LSM PERAK, Sekjend LSM L-Kompleks, Ruslan Rahman juga menegaskan, peran Kades selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) tunggal sangat vital tidak boleh lepas dari proses hukum ini.
“Ini jelas peran para Kades dalam kasus ini jadi hemat kami mereka wajib tersangka. Malah kami menduga ada deal-deal dengan APH jika para Kades tidak ikut ditetapkan tersangka dan mendekam di penjara mempertanggungjawabkan perbuatannya,” jelas Ruslan.
Lanjut Ruslan mengatakan, ada apa Kejari Gowa hanya menetapkan para Kepala Desa sebagai saksi, sementara faktanya para kepala desa tersebut selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) jadi pada dasarnya mereka selaku penaggungjawab keuangan Dana Desa.
Ruslan Lanjut mengatakan, ada apa Kejari Gowa jauh hari menyampaikan pengembalian uang itu?, yang mana hemat kami seharusnya Kejari Gowa menetapkan para kepala desa tersebut sebagai tersangka dengan dakwaan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo pasal 55 KUHP.
Dari perkara pengadaan truk sampah ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Gowa menerima uang pengembalian kerugian negara sekitar Rp580 juta dari 29 desa di Kabupaten Gowa.
“Pengembalian kerugian negara ini berasal dari 29 kepala desa yang masing-masing kepala desa mengembalikan sebesar Rp20 juta, dari 121 kepala desa di Gowa,” kata Kajari Gowa, Yeni Andriani kepada awak media, Selasa (14/02/2023).
Aliran dana yang diterima para kepala desa kata Yeni, berdasarkan fakta persidangan para tersangka yang mengungkap, dalam pengadaan mobil truk sampah. Para kepala desa juga mendapat uang fee sekitar Rp20 juta.
“Dari fakta-fakta persidangan terungkap aliran dana pengadaan mobil truk sampah masing masing kepala desa menerima uang yang diberikan oleh rekanan sebagai fee,” ujarnya.
121 desa penerima aliran dana dari rekanan untuk pengadaan truk sampah, masih ada 92 kepala desa belum mengembalikan uang kerugian keuangan negara tersebut.
“Jadi total 121 kepala desa yang menerima aliran dana dugaan korupsi dana desa dari pengadaan mobil truk sampah di desa, masih ada 92 yang belum mengembalikan, yang setiap desa Rp20 juta. Total keseluruhan dana yang harus dikembalikan oleh 121 kepala desa di Gowa Rp 2.420.000.000. Dan hari ini ada 29 desa yang telah mengembalikan uang yang totalnya Rp580 juta,” imbuhnya.
Dirinya berharap 92 kepala desa yang belum mengembalikan dana yang diterima dari rekanan, kiranya mengembalikan uang negara. Yeni menjelaskan uang yang diterima setiap desa itu dianggap sebagai fee atau ucapan terima kasih setelah mobil truk sampah sudah diterima di setiap desa.
Jadi kepala desa ini beranggapan uang senilai Rp 20 juta yang diberikan oleh bendahara koordinator di masing masing kecamatan di Kabupaten Gowa mereka anggap uang ucapan terima kasih setelah keluarnya mobil truk sampah,” pungkasnya.
Dia membeberkan, kasus korupsi pengadaan truk sampah telah memasuki proses persidangan dengan agenda penuntutan. Pemberian Rekanan Pengadaan Truk Sampah.
“Dan dengan kesadaran mereka sendiri 29 kepala desa memilih mengembalikan uang tersebut ke JPU,” ungkapnya.
Adapun total kerugian negara dari hasil audit BPKP Sulsel sebesar Rp 9.104.690.921,20, dan penyidik telah menyerahkan lima tersangka dan barang bukti. Lima tersangka yakni MA (Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kabupaten Gowa tahun (2016-2019), AM (Direktur PT. Bima Rajamawellang), FT (Koordinator Bendahara Kecamatan Bontonompo).
SA yang merupakan Koordinator Bendahara Kecamatan Pallangga dantersangka AAS sebagai Supervisor PT. Astra Isuzu Internasional.
“Perkara ini kan ada 86 desa truk sampah yang bermasalah dari 121 desa tapi karena ada juga dari pihak toyota hino mereka (kepala desa) juga menerima uang dari rekanan tersebut,” tukasnya.
Sementara, salah satu Kepala Desa (Kades), Putra Syarif telah mengembalikan uang tersebut kepada Kejari Gowa yang bernilai puluhan juta.
“Terkait hal ini kami sudah jauh-jauh hari telah disampaikan oleh Kajari Gowa dan himbauan dari hakim untuk mengembalikan uang tersebut. Kita kembalikan Rp 20 juta,” kata kades Erelembang kepada awak media.
Dirinya mengaku uang diterima setelah di hubungi oleh bendahara koordinator yang telah jadi tersangka. Pada saat itu ia menerima uang dipinggir jalan.
Ia juga mengajak kepala desa yang belum mengembalikan uang negara agar segera mengembalikannya.
“Katanya uang tanda terima kasih. Saya tidak tahu bahwa uang itu uang dari pengadaan. Katanya uang terima kasih dari perusahaan rekanan,” tuturnya. (**)